Laman

Minggu, 27 Februari 2011

Legenda Joko Linglung

Bledug Kuwu


Menurut cerita turun temurun yang beredar di kalangan masyarakat setempat, Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera Hindia). Konon lubang itu adalah jalan pulang Joko Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Joko Linglung konon bisa membuat lubang tersebut karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat agar dia diakui sebagai anaknya Raden Aji Saka.


Maka tersebutlah sebuah cerita dahulu pada zaman jawa dwipa di kerajaan Medang Kamulan ,memiliki seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Prabu Aji Saka . Suatu saat sang prabu menjalankan pengembaraan diiringi dua orang perwiranya,bertahun-tahun dalam pengebaraan untuk menemukan kebahagiaan sejati yaitu seorang permaisuri.


Suatu saat sampailah sang prabu dan pengawalnya di sebuah desa terpencil di hutan lereng gunung Merbabu,Karena sudah mulai menjelang senja maka sang prabu memutuskan untuk bermalam di desa tersebut,mereka menginap di tempat seorang kakek duda bernama Ki Ageng Rawit,dan mendapatkan tempat di sebuah kamar dekat lumbung padi dan kandang ayam.mereka dapat tidur dan beristirahat disitu hingga menjelang fajar ,setelah sholat subuh berjamaah dan di sambung percakapan di teras depan sang prabu ber pamitan untuk melanjutkan perjalanan, tapi sesampai di belakang rumah samping lumbung padi sang prabu kebelet untuk kencing.Sepeninggal sang prabu dan pengawalnya datang lah seekor ayam betina yang minum air bekas kencing sang prabu,dan tak lama kemudian ayam itupun bertelur hanya satu biji, walau begutu sang ayam tetap setia mengerami telur tersebut hingga menetas,ayam tersebut terkejut dan ber kotek ketakutan ,karena dari telur itu bukan anak ayam yang keluar tetapi seekar ular belang,Setelah besar ular tersebut mengembara ke timur untuk mencari ayahnya,setelah mengalami perjalanan jauh sampailah ular tersebut di kerajaan Prabu Raksasa Dewata Cengkar ,sesampainya di alun alun kerajaan ternyata di kerajaan itu sedang ter jadi pertempuran sengit antara Prabu Aji Saka dan Prabu Dewatacengkar,tak lama kemudian kalahlah prabu dewata cengkar dan Raksasa tersebut menjelma menjadi buaya putih ,oleh sang prabu diusir lah buaya itu ke laut selatan dan tidak boleh kedaratan lagi.


Karena tidak ingin ikutcampur pertempuran Sang Ularpun meninggalkan tempat itu dan sampai di kaki gunung Lawu,setelah berjalan jauh dan lelah ular tersebut memutuskan untuk bertapa dilereng gunung berdoa dan bertanya pada dewata,setelah bertapa puluhan tahun ular tersebut mendapat pencerahan dalam mimpi pertapaanya bahwa ayahnya adalah prabu Aji saka,maka kembali ular tersebut melakukan perjalanan panjang mencari sang ayah.Suatu ketika sampailah ular tersebut di alun-alun kerajaan Medang Kamulan yang saat itu sedang terjadi pemberontakan yang di pimpin Prabu Dewata cengkar yan sudah diusir ke laut selatan.


Singkat cerita Setelah berhasil menghadap Prabu Aji Saka,serta sudah bercerita panjang lebar asalusul dirinya Sang Prabu Aji Saka dengan bijaksana mengakui ular tersebut menjadi anaknya dengan satu syarat haris dapat mengalahkan Buaya Putih penjelmaan prabu dewata cengkar di laut selatan,maka berangkatlah ular tersebut dengan gembira dan harapan beser cita-citanya terkabul....(bersambung).

Sabtu, 26 Februari 2011

Pendekar Dari Timur

Untung Suropati




Nama aslinya tidak diketahui. Menurut Babad Tanah Jawa ia berasal dari Bali yang ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC yang ditugaskan di Makasar.,Kapten van Beber kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di Batavia yang bernama Moor. Sejak memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak kecil itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama Si Untung.

Ketika Untung berumur 20 tahun, ia dimasukkan penjara oleh Moor karena berani menikahi putrinya yang bernama Suzane. Untung kemudian menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara dan menjadi buronan.
Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi hanya mau dijemput perwira VOC pribumi.
Kapten Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) berhasil menemukan kelompok Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran Purbaya.
Untung menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula pasukan Vaandrig Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar. Untung tidak terima dan menghancurkan pasukan Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari 1684.
Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tapi istrinya yang bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi buronan VOC. Antara lain ia pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa Rajapalah.
Ketika melewati Cirebon, Untung bertengkar dengan Raden Surapati anak angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Suropati. Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama Surapati oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung.
Untung alias Suropati tiba di Kartasura mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada ayahnya, yaitu Patih Nerangkusuma. Nerangkusuma adalah tokoh anti VOC yang gencar mendesak Amangkurat II agar mengkhianati perjanjian dengan bangsa Belanda itu. Nerangkusuma juga menikahkan Gusik Kusuma dengan Suropati.
Kapten Francois Tack (perwira VOC senior yang ikut berjasa dalam penumpasan Trunajaya dan Sultan Ageng Tirtayasa) tiba di Kartasura bulan Februari 1686 untuk menangkap Suropati.Amangkurat II yang telah dipengaruhi Nerangkusuma, pura-pura membantu VOC.
Pertempuran pun meletus di halaman keraton. Pasukan VOC hancur. Sebanyak 75 orang Belanda tewas. Kapten Tack sendiri tewas di tangan untung suropati.Tentara Belanda yang masih hidup menyelamatkan diri ke benteng mereka.
Amangkurat II takut pengkhianantannya terbongkar. Ia merestui Suropati dan Nerangkusuma merebut Pasuruan. Di kota itu, Suropati mengalahkan bupatinya, yaitu Anggajaya, yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati Jangrana tidak melakukan pembalasan karena ia sendiri sudah kenal dengan Suropati di Kartasura.
Untung Suropati pun mengangkat diri menjadi bupati Pasuruan bergelar Tumenggung Wiranegara.
Pada tahun 1690 Amangkurat II pura-pura mengirim pasukan untuk merebut Pasuruan. Tentu saja pasukan ini mengalami kegagalan karena pertempurannya hanya bersifat sandiwara sebagai usaha mengelabui VOC.
Sepeninggal Amangkurat II tahun 1703, terjadi perebutan takhta Kartasura antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger. Pada tahun 1704 Pangeran Puger mengangkat diri menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC. Tahun 1705 Amangkurat III diusir dari Kartasura dan berlindung ke Pasuruan.
Pada bulan September 1706 gabungan pasukan VOC, Kartasura, Madura, dan Surabaya dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran di benteng Bangil akhirnya menewaskan Untung Suropati alias Wiranegara tanggal 17 Oktober 1706. Namun ia berwasiat agar kematiannya dirahasiakan.
Makam Suropati pun dibuat rata dengan tanah. Perjuangan dilanjutkan putra-putranya dengan membawa tandu berisi Suropati palsu.
Pada tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wilde memimpin ekspedisi mengejar Amangkurat III. Ia menemukan makam Suropati yang segera dibongkarnya. Jenazah Suropati pun dibakar dan abunya dibuang ke laut.
Putra-putra Untung Suropati, antara lain Raden Pengantin, Raden Suropati, dan Raden Suradilaga memimpin pengikut ayah mereka (campuran orang Jawa dan Bali). Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan ikut dibuang ke Srilangka.
Sebagian pengikut Untung Suropati bergabung dalam pemberontakan Arya Jayapuspita di Surabaya tahun 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum matinya Adipati Jayengrana yang terbukti diam-diam memihak Suropati dalam perang tahun 1706.
Setelah Jayapuspita kalah tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Suropati masih setia mengikuti. Mereka semua kemudian bergabung dalam pemberontakan Pangeran Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC tahun 1719. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan tahun 1723. Putra-putra Untung Suropati dan para pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka.
Sastra Nusantara:
Kisah Untung Suropati yang legendaris cukup banyak ditulis dalam bentuk sastra. Selain Babad Tanah Jawi, juga terdapat antara lain Babad Suropati.
Penulis Hindia Belanda Melati van Java (nama samaran dari Nicolina Maria Sloot) juga pernah menulis roman berjudul Van Slaaf Tot Vorst, yang terbit pada tahun 1887. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh FH Wiggers dan diterbitkan tahun 1898 dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja. Penulis pribumi yang juga menulis tentang kisah ini adalah sastrawan Abdul Muis dalam novelnya yang berjudul Surapati.Juga dari buku M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Untung Suropati (lahir: Bali, 1660 – wafat: Bangil, Jawa Timur, 5 Desember 1706) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang di Pulau Jawa. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.





TheFreeSite.com!