Laman

Senin, 11 April 2011

Legenda Timun Mas

Timun Mas


Pada zaman dahulu, di tanah jawa dwipa hiduplah  seorang janda paruh baya yang bernama Mbok Srini. Sejak ditinggal mati oleh suaminya beberapa tahun silam, ia hidup sebatang kara, karena tidak mempunyai anak. Ia sangat mengharapkan kehadiran seorang anak untuk mengisi kesepiannya. Namun, harapan itu telah pupus, karena suaminya telah meninggal dunia. Ia hanya menunggu keajaiban untuk bisa mendapatkan seorang anak. Ia sangat berharap keajaiban itu akan terjadi padanya. Untuk meraih harapan itu, siang malam ia selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberi anak. 
Pada suatu malam, harapan itu datang melalui mimpinya. Dalam mimpinya, ia didatangi oleh sesosok makhluk raksasa yang menyuruhnya pergi ke hutan tempat biasanya ia mencari kayu bakar untuk mengambil sebuah bungkusan di bawah sebuah pohon besar. Saat terbangun di pagi hari, Mbok Srini hampir tidak percaya dengan mimpinya semalam.


“Mungkinkah keajaiban itu benar-benar akan terjadi padaku?” tanyanya dalam hati dengan ragu.
Namun, perempuan paruh baya itu berusaha menepis keraguan hatinya. Dengan penuh harapan, ia bergegas menuju ke tempat yang ditunjuk oleh raksasa itu. Setibanya di hutan, ia segera mencari bungkusan itu di bawah pohon besar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan bungkusan yang dikiranya berisi seorang bayi, tapi ternyata hanyalah sebutir biji timun. Hatinya pun kembali bertanya-tanya.
“Apa maksud raksasa itu memberiku sebutir biji timun?” gumam janda itu dengan bingung.
Di tengah kebingungannya, tanpa ia sadari tiba-tiba sesosok makhluk raksasa berdiri di belakangnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Ha... ha... ha...!” demikian suara tawa raksasa itu.
Mbok Srini pun tersentak kaget seraya membalikkan badannya. Betapa terkejutnya ia karena raksasa itulah yang hadir dalam mimpinya. Ia pun menjadi ketakutan.
“Ampun, Tuan Raksasa! Jangan memakanku! Aku masih ingin hidup,” pinta Mbok Srini dengan muka pucat.
“Jangan takut, hai perempuan tua! Aku tidak akan memakanmu. Bukankah kamu menginginkan seorang anak?” tanya raksasa itu.
“Be... benar, Tuan Raksasa!” jawab Mbok Srini dengan gugup.
“Kalau begitu, segera tanam biji timun itu! Kelak kamu akan mendapatkan seorang anak perempuan. Tapi, ingat! Kamu harus menyerahkan anak itu kepadaku saat ia sudah dewasa. Anak itu akan kujadikan santapanku,” ujar raksasa itu.
Karena begitu besar keinginannya untuk memiliki anak, tanpa sadar Mbok Srini menjawab, “Baiklah, Raksasa! Aku bersedia menyerahkan anak itu kepadamu.”
Begitu Mbok Srini selesai menyatakan kesediaannya, raksasa itu pun menghilang. Perempuan itu segera menanam biji timun itu di ladangnya. Dengan penuh harapan, setiap hari ia merawat tanaman itu dengan baik. Dua bulan kemudian, tanaman itu pun mulai berbuah. Namun anehnya, tanaman timun itu hanya berbuah satu. Semakin hari buah timun semakin besar melebihi buah timun pada umumnya. Warnanya pun sangat berbeda, yaitu berwarna kuning keemasan. Ketika buah timun masak, Mbok Srini memetiknya, lalu membawanya pulang ke gubuknya dengan susah payah, karena berat. Betapa terkejutnya ia setelah membelah buah timun itu. Ia mendapati seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Saat akan menggendongnya, bayi itu tiba-tiba menangis.
“Ngoa... ngoa... ngoa... !!!” demikian suara bayi itu.
Alangkah bahagianya hati Mbok Srini mendengar suara tangisan bayi yang sudah lama dirindukannya itu. Ia pun memberi nama bayi itu Timun Mas.
“Cup... cup... cup..!!! Jangan menangis anakku sayang... Timun Mas!” hibur Mbok Srini.
Perempuan paruh baya itu tak mampu lagi menyembuyikan kebahagiaannya. Tak terasa, air matanya menetes membasahi kedua pipinya yang sudah mulai keriput. Perasaan bahagia itu membuatnya lupa kepada janjinya bahwa dia akan menyerahkan bayi itu kepada raksasa itu suatu saat kelak. Ia merawat dan mendidik Timun Mas dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Janda tua itu sangat bangga, karena selaing cantik, putrinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa dan perangai yang baik. Oleh karena itu, ia sangat sayang kepadanya.
Suatu malam, Mbok Srini kembali bermimpi didatangi oleh raksasa itu dan berpesan kepadanya bahwa seminggu lagi ia akan datang menjemput Timun Mas. Sejak itu, ia selalu duduk termenung seorang diri. Hatinya sedih, karena ia akan berpisah dengan anak yang sangat disayanginya itu. Ia baru menyadari bahwa raksasa itu ternyata jahat, karena Timun Mas akan dijadikan santapannya.
Melihat ibunya sering duduk termenung, Timun Mas pun bertanya-tanya dalam hati. Suatu sore, Timun Emas memberanikan diri untuk menanyakan kegundahan hati ibunya.
“Bu, mengapa akhir-akhir ini Ibu selalu tampak sedih?” tanya Timun Mas.
Sebenarnya Mbok Srini tidak ingin menceritakan penyebab kegundahan hatinya, karena dia tidak ingin anak semata wayangnya itu ikut bersedih. Namun, karena terus didesak, akhirnya ia pun menceritakan perihal asal-usul Timun Mas yang selama ini ia rahasiakan.
“Maafkan Ibu, Anakku! Selama ini Ibu merahasiakan sesuatu kepadamu,” kata Mbok Srini dengan wajah sedih.
“Rahasia apa, Bu?” tanya Timun Mas penasaran.
“Ketahuilah, Timun Mas! Sebenarnya, kamu bukanlah anak kandung Ibu yang lahir dari rahim Ibu.”
Belum selesai ibunya bicara, Timun Mas tiba-tiba menyela.
“Apa maksud, Ibu?” tanya Timun Mas.
Mbok Srini pun menceritakan semua rahasia tersebut hingga mimpinya semalam bahwa sesosok raksasa akan datang menjemput anaknya itu untuk dijadikan santapan. Mendengar cerita itu, Timun Mas tersentak kaget seolah-olah tidak percaya.
“Timun tidak mau ikut bersama raksasa itu. Timun sangat sayang kepada Ibu yang telah mendidik dan membesarkan Timun,” kata Timun Mas.
Mendengar perkataan Timun Mas, Mbok Srini kembali termenung. Ia bingung mencari cara agar anaknya selamat dari santapan raksasa itu. Sampai pada hari yang telah dijanjikan oleh raksasa itu, Mbok Srini belum juga menemukan jalan keluar. Hatinya pun mulai cemas. Dalam kecemasannya, tiba-tiba ia menemukan sebuah akal. Ia menyuruh Timun Mas berpura-pura sakit. Dengan begitu, tentu raksasa itu tidak akan mau menyantapnya. Saat matahari mulai senja, raksasa itu pun mendatangi gubuk Mbok Srini.
“Hai, Perempuan Tua! Mana anak itu? Aku akan membawanya sekarang,” pinta raksasa itu.
“Maaf, Tuan Raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Saya akan menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu,” bujuk Mbok Srini mengulur-ulur waktu hingga ia menemukan cara agar Timur Mas bisa selamat.
“Baiklah, kalau begitu! Tapi, kamu harus berjanji akan menyerahkan anak itu kepadaku,” kata raksasa itu.
Setelah Mbok Srini menyatakan berjanji, raksasa itu pun menghilang. Mbok Srini kembali bingung mencari cara lain. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya dapat menyelamatkan anaknya dari santapan raksasa itu. Ia akan meminta bantuan kepada seorang pertapa yang tinggal di sebuah gunung.
“Anakku! Besok pagi-pagi sekali Ibu akan pergi ke gunung untuk menemui seorang pertapa. Dia adalah teman almarhum suami Ibu. Barangkali dia bisa membantu kita untuk menghentikan niat jahat raksasa itu,” ungkap Mbok Srini.
“Benar, Bu! Kita harus membinasakan raksasa itu. Timun tidak mau menjadi santapannya,” imbuh Timun Mas.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, berangkatlah Mbok Srini ke gunung itu. Sesampainya di sana, ia langsung menemui pertapa itu dan menyampaikan maksud kedatangannya.
“Maaf, Tuan Pertapa! Maksud kedatangan saya kemari ingin meminta bantuan kepada Tuan,” kata Mbok Srini.
“Apa yang bisa kubantu, Mbok Srini?” tanya pertapa itu.
Mbok Srini pun menceritakan masalah yang sedang dihadapi anaknya. Mendengar cerita Mbok Srini, pertapa itu pun bersedia membantu.
“Baiklah, kamu tunggu di sini sebentar!” seru pertapa itu seraya berjalan masuk ke dalam ruang rahasianya.
Tak berapa lama, pertapa itu kembali sambil membawa empat buah bungkusan kecil, lalu menyerahkannya kepada Mbok Srini.
“Berikanlah bungkusan ini kepada anakmu. Keempat bungkusan ini masing-masing berisi biji timun, jarum, garam dan terasi. Jika raksasa itu mengejarnya, suruh sebarkan isi bungkusan ini!” jelas pertapa itu.
Setelah mendapat penjelasan itu, Mbok Srini pulang membawa keempat bungkusan tersebut. Setiba di gubuknya, Mbok Srini menyerahkan keempat bungkusan itu dan menjelaskan tujuannya kepada Timun Mas. Kini, hati Mbok Srini mulai agak tenang, karena anaknya sudah mempunyai senjata untuk melawan raksasa itu.
Dua hari kemudian, Raksasa itu pun datang untuk menagih janjinya kepada Mbok Srini. Ia sudah tidak sabar lagi ingin membawa dan menyantap daging Timun Mas.
“Hai, perempuan tua! Kali ini kamu harus menepati janjimu. Jika tidak, kamu juga akan kujadikan santapanku!” ancam raksasa itu.
Mbok Srini tidak gentar lagi menghadapi ancaman itu. Dengan tenang, ia memanggil Timun Mas agar keluar dari dalam gubuk. Tak berapa lama, Timun Emas pun keluar lalu berdiri di samping ibunya.
“Jangan takut, Anakku! Jika raksasa itu akan menangkapmu, segera lari dan ikuti petunjuk yang telah kusamapaikan kepadamu,” Mbok Srini membisik Timun Mas.
“Baik, Bu!” jawab Timun Mas.
Melihat Timun Mas yang benar-benar sudah dewasa, rakasasa itu semakin tidak sabar ingin segera menyantapnya. Ketika ia hendak menangkapnya, Timun Mas segera berlari sekencang-kencangnya. Raksasa itu pun mengejarnya. Tak ayal lagi, terjadilah kejar-kerajaan antara makhluk raksasa itu dengan Timun Mas. Setelah berlari jauh, Timun Mas mulai kecapaian, sementara raksasa itu semakin mendekat. Akhirnya, ia pun mengeluarkan bungkusan pemberian pertapa itu.
Pertama-tama Timun Mas menebar biji timun yang diberikan oleh ibunya. Sungguh ajaib, hutan di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang timun tersebut menjalar dan melilit seluruh tubuh raksasa itu. Namun, raksasa itu mampu melepaskan diri dan kembali mengejar Timun Mas.
Timun Emas pun segera melemparkan bungkusan yang berisi jarum. Dalam sekejap, jarum-jarum tersebut berubah menjadi rerumbunan pohon bambu yang tinggi dan runcing. Namun, raksasa itu mampu melewatinya dan terus mengejar Timun Mas, walaupun kakinya berdarah-darah karena tertusuk bambu tersebut.
Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi garam lalu menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba berubah menjadi lautan luas dan dalam, namun raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah. Timun Emas pun mulai cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu. Jika senjata tersebut tidak berhasil melumpuhkan raksasa itu, maka tamatlah riwayatnya. Dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika itu pula, tempat jatuhnya terasi itu tiba-tiba menjelma menjadi lautan lumpur yang mendidih. Alhasil, raksasa itu pun tercebur ke dalamnya dan tewas seketika. Maka selamatlah Timun Emas dari kejaran dan santapan raksasa itu.
Dengan sekuat tenaga, Timun Emas berjalan menuju ke gubuknya untuk menemui ibunya. Melihat anaknya selamat, Mbok Srini pun langsung berucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak itu, Mbok Srini dan Timun Mas hidup berbahagia.

Cerita Rakyat Keong Mas

Legenda Keong Mas



Keong Mas adalah salah satu legenda dari perjalanan hidup Raja Khahuripan Prabu Panji Inu Kertapati dalam mencari jodoh,maka tersebutlah suatu kisah seperti, Ande-Ande lumut, Golek Kencana dan  Keong Mas. Dan Inilah Kisahnya:....."
Dahulu kala di Jawa Timur hiduplah Seorang Raja yang arif dan bijaksana berjuluk Raja Kertamarta yang menguasai Kerajaan Daha, Mempunyai dua orang putri yang sangat cantik jelita. Putri nan cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.
Hingga suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat, si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja. Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”, tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku", kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di gubuk itu ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat Candra Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek sihir pun hilang karena perjumpaan itu. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya beserta nenek yang baik hati tersebut ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu mendapat hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia melarikan diri ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah. Akhirnya mereka hidup bahagia.

Pelajaran Buat Yang Tamak

Petualangan Abdulah


Tersebutlah sebuah kisah seorang petani yang miskin namun rajin dan suka bekerja keras. Namanya Abdulah. Tanahnya hanya sepetak padahal ia harus menghidupi istri dan anak-anaknya. Itu cak cukup. Karena itu ia berencana ke tanah jawa untuk mengadu nasib. Istrinya setuju dan mendukungnya.
Ia berangkat ke jawa hanya membawa uang 10 gobang ( 1 gobang = 2,5 sen). Uang itu hanya pas untuk ongkos berlayar ke jawa.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan perempuan yang nampak miskin sedang menggendong anaknya yang tampak pucat kelaparan. Di tangan perempuan itu ada sebuah keranjang dengan isi 3 ekor kucing. Perempuan itu mendatangi Abdullah dan meminta dia untuk membeli kucing-kucingnya. Abdullah berpikir jika ia tak menolong mungkin saja mereka bisa mati kelaparan. Maka ibalah hatinya. Perempuan itu menawarkan 5 gobang untuk 3 kucing. Namun uang abdulla sangatlah sedikit sehingga ia menawar 3 gobang dan wanita itu menyetujuinya.
Sesampainya di pelabuhan, Abdullah memilih naik perahu layar yang biayanya lebih murah. Namun ternyata perjalanan harus ditempuh dengan banyak kesulitan karena anginnya berhembus sangat besar dan kencang. Juru mudi tak mapu mengendalikan perahu itu dan akhirnya perahu itu terombang-ambing terbawa oleh laju angin.
Rupanya angin tak membawa mereka ke pulau jawa tetapi ke  arah lain. Sebuah pulau yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Pulau itu bernama pulau tikus.
 Dinamai demikian karena di pulau itu banyak sekali tikus berkeliaran. Semua penduduk sudah berusaha membasminya, tapi tikus-tikus itu tak kunjung habis dan malah seakan tambah banyak. Padi di lumbung atau di sawah, juga persediaan makanan penduduk, semua disikat habis oleh tikus-tikus itu.
Melihat keadaan itu, Abdullah jadi teringat pada kucing-kucingnya. Ia lalu menunjukkan dan menerangkan pada penduduk pulau itu bahwa binatang yang dibawanya itu bisa membasmi dan memburu tikus. Penduduk pun lalu membawa Abdullah ada Kepala Pulau setempat.
”Benarkah binatangmu itu dapat membasmi tikus? ”tanya kepala Pulau”kalau benar aku akan berani beli bintang itu lima dinar per ekor”
”Kalau begitu, lihat saja dulu binatang itu. Kalau tertarik silahkan ambil semuanya.saya punya memeiliki 3 ekor ” kata Abdullah.
Abdullah lalu mengeluarkan seekor kucing dalam karungnya. Lama tak makan, tentu saja kucing itu merasa sangat lapar. Begitu dilihatnya ada tikus berkeliaran di depan matanya, langsung saja dikejarnya dengan ganas. Setelah tertangkap langsung dicabik-cabik tikus itu. Stelah makan satu ekor, si kucing lari mengejar tikus lainnya dan seterusnya.
Kepala pulau sangat puas menyaksikan itu. Dan akhirnya Abdullah pun mendapat 15 dinar (dinar = mata uang emas).
Abdullah girang hatinya. Lalu ia membatalkan niatnya untuk ke pulau jawa dan akhirnya dia pulang kembali ke Madura.
Sesampainya di Madura, uang itu dibelikan tanah yang lebih luas dan dia kerjakan sendiri tanah itu. Sampai akhirnya ia menjadi cukup berada.
Abdullah tak segan menceritakan keberuntungannya pada siapa saja yang bertanya padanya. Rupanya ada 3 orang penduduk desa yang ingin mengadu nasib. Mereka bermaksud mengikuti jejak seperti Abdullah. Mereka sudah berketetapan hati untuk menjual kucing-kucing ke pulau tikus. Seluruh hartanya mereka jual dan dibelikannya kucing-kucing yang banyak. Setelah siap mereka menyewa perahu ke pulau tikus itu.
Namun ternyata sekarang tikus-tikus di pulau itu sudah musnah. Setelah 3 ekor kucing Abdullah itu memakan tikus-tikus di pulau itu, mereka kenyang dan bertambah besar, lalu beranak pinak. Keturunannya juga memakan tikus-tikus lain yang masih tersisa. Sampai akhirnya tikus-tikus di sana habis semuanya.
Mereka kecewa dansedih hatinya. Semua usaha yang dilakukannya selama ini ternyata tak ada gunanya sama sekali. Mereka lalu pulang kembali ke Madura dengan perasaan malu. 
TheFreeSite.com!